Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Silmy Karim, mengunggah sebuah video reflektif di akun Instagram pribadinya pada 7 Januari 2025. Ia menekankan bahwa Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah fenomena global yang bisa menjadi ancaman sekaligus peluang. Pernyataan ini relevan tidak hanya bagi dunia industri atau akademisi, tetapi juga bagi aparatur sipil negara (ASN), khususnya di lingkungan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas).
AI hadir mempercepat pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan membuka ruang inovasi. Di sisi lain, AI juga memberi celah bagi modus kejahatan baru, seperti phishing, manipulasi identitas, hingga penyalahgunaan data. Dalam konteks pelayanan publik, terutama yang menyangkut keamanan negara dan mobilitas manusia, ancaman tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pertanyaannya kini sederhana, namun mendesak: apakah ASN Kemenimipas siap mengantisipasi perkembangan AI—atau justru hanya akan menjadi penonton di tengah derasnya arus perubahan teknologi?
AI dan Wajah Baru Tantangan ASN
AI bukan lagi sekadar istilah futuristik. Ia kini hadir nyata dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam ruang lingkup kerja ASN. Di satu sisi, AI menawarkan kemudahan luar biasa. Teknologi ini mampu mengolah data dalam jumlah masif dengan cepat, mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti, serta mempercepat layanan publik. Bagi Kemenimipas, potensi pemanfaatan AI dapat optimal dalam memproses visa, memantau lalu lintas orang asing, hingga memperkuat sistem administrasi pemasyarakatan.
Di sisi lain, ancaman yang dibawa AI juga tidak kalah besar. Kemampuan AI untuk meniru perilaku manusia bisa dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab dalam kejahatan siber: phishing, rekayasa identitas, hingga penyalahgunaan dokumen perjalanan. Ancaman ini langsung menyentuh tugas pokok ASN Kemenimipas yang bersinggungan dengan keamanan data, dokumen negara, dan identitas warga maupun orang asing.
Inilah wajah baru tantangan ASN: bukan hanya melayani masyarakat dengan profesional, tetapi juga menjaga integritas sistem digital yang semakin rentan terhadap serangan berbasis AI. Maka, literasi dan kewaspadaan digital menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda.
ASN sebagai Garda Depan Ketahanan Nasional
Selain fenomena AI yang dapat berdampak pada kehidupan profesional, ASN juga harus menyadari perannya dalam konteks ketahanan. Seiring perkembangan zaman, ketahanan nasional tidak lagi hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau diplomasi internasional, tetapi juga oleh kesiapan aparatur sipil negara dalam mengelola teknologi. AI, dengan segala kompleksitasnya, kini masuk ke ranah strategis yang menentukan stabilitas bangsa. Dalam konteks ini, ASN Kemenimipas menempati posisi vital sebagai garda depan ketahanan nasional.
Tugas imigrasi dan pemasyarakatan tidak semata soal administrasi, melainkan juga menjaga pintu gerbang negara. Ketika AI digunakan untuk memalsukan dokumen perjalanan atau menyusupkan identitas ganda, ancaman itu langsung berhubungan dengan kedaulatan negara. Demikian pula di sektor pemasyarakatan, potensi penyalahgunaan AI dalam manipulasi komunikasi narapidana atau penyebaran informasi palsu dapat mengganggu keamanan internal.
ASN Kemenimipas dituntut tidak hanya menguasai regulasi, tetapi juga memahami dinamika teknologi yang mengitari pekerjaannya. AI dapat menjadi alat bantu untuk mendeteksi anomali data, mengidentifikasi pola pergerakan migrasi, hingga memprediksi potensi pelanggaran hukum. Dengan cara ini, AI bukan lagi dilihat semata sebagai ancaman, melainkan justru menjadi tameng untuk memperkuat sistem pertahanan non-militer.
Oleh karena itu, kesiapan ASN menghadapi era AI harus dipandang sebagai bagian integral dari strategi ketahanan nasional. Kesigapan, literasi, dan kemampuan adaptif ASN akan menentukan apakah Indonesia menjadi bangsa yang tangguh di tengah disrupsi digital, atau sebaliknya, rentan menjadi korban dari arus globalisasi teknologi.
Jangan Jadi Penonton – Kompetisi Global AI
Dunia saat ini tengah berpacu dalam menguasai AI. Amerika Serikat, Tiongkok, hingga Uni Eropa telah menempatkan AI sebagai prioritas strategis nasional. Anggaran riset besar digelontorkan, talenta-talenta terbaik diperebutkan, dan regulasi disusun untuk memastikan supremasi teknologi tetap berada di tangan mereka. Dalam situasi seperti ini, Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton.
Jika Indonesia terlambat mengantisipasi, AI hanya akan menjadikan negeri ini sebagai pasar pengguna pasif, tanpa memiliki kendali terhadap inovasi maupun arah perkembangannya. Risiko ini amat nyata: kedaulatan data bisa terancam, ketergantungan teknologi meningkat, dan peluang mencetak generasi unggul terlewat begitu saja.
Bagi ASN Kemenimipas, hal ini berarti perlunya membangun learning curve kolektif. Setiap aparatur harus terbiasa berinteraksi dengan AI, bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan untuk memperkuat kapasitas layanan publik. Mulai dari analisis big data keimigrasian, pemantauan arus lintas batas, hingga prediksi pola kejahatan transnasional, semua itu bisa diperkaya dengan dukungan AI.
Singkatnya, kompetisi global AI adalah ajang yang tidak mengenal belas kasihan. Indonesia, dan khususnya ASN Kemenimipas, harus hadir sebagai pemain aktif yang siap belajar, menguasai, dan mengadaptasi teknologi ini. Jika tidak, bangsa kita hanya akan menerima “residu” dari kemajuan orang lain.
Strategi ASN Kemenimipas – Adaptasi, Regulasi, Literasi
Menghadapi derasnya arus perkembangan AI, ASN Kemenimipas tidak bisa hanya bersikap reaktif. Dibutuhkan strategi komprehensif yang mencakup adaptasi teknologi, regulasi yang tepat, dan literasi digital yang kuat.
Pertama, adaptasi. ASN perlu membiasakan diri memanfaatkan AI dalam tugas sehari-hari, bukan sekadar sebagai alat bantu administratif, tetapi juga sebagai instrumen analisis dan deteksi dini. Misalnya, AI dapat digunakan dalam pemeriksaan dokumen perjalanan untuk mengidentifikasi pemalsuan secara cepat, atau dalam sistem pemasyarakatan untuk memantau perilaku narapidana melalui analisis pola komunikasi.
Kedua, regulasi. Sebagai penjaga pintu gerbang negara, ASN Kemenimipas juga harus berkontribusi dalam menyusun dan melaksanakan aturan yang melindungi masyarakat dari risiko AI. Regulasi terkait perlindungan data pribadi, penggunaan teknologi dalam pelayanan publik, hingga mitigasi kejahatan siber harus dipahami dan diimplementasikan dengan konsisten.
Ketiga, literasi. Tidak ada strategi yang efektif tanpa SDM yang paham. ASN perlu mengembangkan literasi digital sehingga dapat memahami prinsip kerja AI, peluang yang ditawarkan, sekaligus risiko yang mungkin muncul. Literasi ini akan mengurangi kerentanan ASN terhadap manipulasi teknologi, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah.
Dengan menggabungkan adaptasi, regulasi, dan literasi, ASN Kemenimipas dapat memosisikan diri bukan sekadar sebagai pengguna pasif, melainkan sebagai pelaku aktif yang mampu mengarahkan pemanfaatan AI sesuai kepentingan nasional.
Membangun SDM ASN Unggul di Era AI
Kualitas sumber daya manusia adalah fondasi utama dalam menghadapi era AI. Bagi ASN Kemenimipas, tantangan ini berarti perlunya menyiapkan aparatur yang tidak hanya melek digital, tetapi juga adaptif terhadap perubahan teknologi. Program pelatihan berkelanjutan menjadi langkah awal, agar ASN terbiasa menggunakan AI dalam proses kerja sehari-hari, baik dalam pelayanan imigrasi, pengawasan orang asing, maupun sistem pemasyarakatan. Dengan begitu, ASN tidak tertinggal ketika teknologi semakin canggih.
Lebih jauh, dibutuhkan desain kurikulum khusus mengenai pemanfaatan AI di lembaga pendidikan aparatur. Gagasan Silmy Karim tentang perlunya jurusan atau mata kuliah AI di tingkat pendidikan tinggi sejalan dengan kebutuhan jangka panjang. Hal ini bukan sekadar menambah wawasan, tetapi juga membentuk generasi ASN yang mampu menguasai teknologi, bukan hanya menjadi pengguna. Dengan basis akademik yang kuat, ASN dapat ikut merumuskan inovasi yang relevan dengan kebutuhan pelayanan publik Indonesia.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor harus diperkuat. Pemerintah, universitas, dan industri teknologi perlu bergandengan tangan mencetak talenta AI yang mumpuni. Dari penelitian hingga pengembangan aplikasi praktis, sinergi ini akan mempercepat lahirnya solusi inovatif yang mendukung ketahanan nasional. Pada titik ini, ASN Kemenimipas tidak lagi sekadar operator sistem, melainkan pionir yang memimpin transformasi digital untuk memperkuat kepercayaan publik dan menjaga kedaulatan negara.
Menentukan Sikap atas Fenomena AI
AI adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Sebagaimana diingatkan Silmy Karim dalam unggahannya pada awal Januari 2025, AI bisa menjadi ancaman sekaligus peluang. Bagi ASN Kemenimipas, pilihan ada di tangan kita: membiarkan diri menjadi penonton di tengah perubahan, atau menjadikannya sarana untuk memperkuat pelayanan publik dan menjaga ketahanan nasional.
Sikap yang tepat bukanlah menolak atau mengagungkan AI secara berlebihan, melainkan mempelajari, memahami, dan memanfaatkannya secara bijak. Dengan strategi adaptasi, regulasi, dan literasi yang kuat, ASN dapat menjadikan AI sebagai mitra dalam menjalankan tugas negara. Lebih jauh, pengembangan SDM unggul menjadi fondasi agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga produsen teknologi yang berdaya saing.
Kini saatnya ASN Kemenimipas berdiri di garis depan inovasi, menunjukkan bahwa birokrasi Indonesia mampu bertransformasi di era digital. AI bukan ancaman bila kita siap, dan ia akan menjadi peluang besar bila kita berani menguasainya.
Opini ditulis oleh Pekik Aulia Rochman. Penulis saat ini ditugaskan di Direktorat Kepatuhan Internal, Ditjen Imigrasi, Kementerian lmigrasi dan Pemasyarakatan. Penulis merupakan alumnus S1 Ilmu Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Pasundan Sukabumi dan S2 Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.